Dalam rangka Milad Yayasan Attaqwa yang ke-68, sebuah seminar bertema “Peran Pemuka Agama dalam Menghadapi Tantangan dan Kerukunan Umat Beragama di Era Modern; Menggali Inspirasi dari Peristiwa Hijrah” diselenggarakan pada Rabu, 4 Muharram 1446 H/10 Juli 2024, di Aula Utama Yayasan Attaqwa, Ujung Harapan, Bekasi.
Acara ini terselenggara berkat kerja sama dengan Majelis Hukama Muslimin (MHM), sebuah lembaga internasional yang berdedikasi untuk mempromosikan perdamaian dan kehidupan damai antar umat beragama. Hadir sebagai pembicara utama Prof. Dr. Abbas Shouman, Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Senior al-Azhar dan Dr. KH. Muchlis M. Hanafi, Direktur Majlis Hukama Muslimin Cabang Indonesia.
Seminar diikuti sekitar 400 peserta, yang terdiri dari guru-guru pondok pesantren Attaqwa Putra-Putri, kepala-kepala madrasah se-Perguruan Attaqwa, tokoh organisasi keagamaan, pimpinan masjid/mushalla dan majlis taklim se-Dewan Masjid Attaqwa serta pemerhati pendidikan di Kabupaten dan Kota Bekasi.
Dalam sambutannya, Pimpinan Umum Yayasan Attaqwa, Dr. KH. Irfan Mas’ud, Lc, MA, menyampaikan penghormatannya atas kehadiran tokoh dan ulama senior seperti Prof. Dr. Abbas Shouman dan rombongan dalam rangka mendampingi kunjungan Grand Syaikh al-Azhar, Prof. Dr. Ahmed at-Tayyeb, ke Indonesia 8-11 Juli 2024.
Pada kesempatan tersebut Kyai Irfan menegaskan bahwa al-Azhar adalah lembaga yang menjadi benteng pertahanan akidah dan syariat dan senantiasa menjunjung tinggi perdamaian dari masa ke masa. Karena peran dan kiprahnya yang luar biasa inilah, al-Azhar sangat pantas dijadikan contoh dan panutan. Berbagai pelajar dari mancanegara berdatangan untuk menggali ilmu di universitas al-Azhar yang merupakan salah satu universitas tertua di dunia. Attaqwa sampai saat ini telah mengirimkan para alumninya ke al-Azhar lebih dari 300 orang (dari putra dan putri). Ini menunjukkan eratnya hubungan Attaqwa dan al-Azhar. Eratnya hubungan al-Azhar dengan Attaqwa bukanlah hubungan permukaan saja, melainkan sampai ke dasarnya. Terutama pada hal menjunjung sikap kemoderatan, Manhaj Wasathiyyah, yang merupakan manhaj ahli sunah wal jama’ah.
Dalam kunjungan Grand Syaikh Al Azhar yang ketiga kalinya saat ini, para ulama senior Al-Azhar ini berbagi pemikiran dan pengalaman tentang pentingnya menjaga kerukunan umat beragama dalam konteks dan tantangan zaman modern.
Prof. Dr. Abbas Shouman, sebagai narasumber utama, menganggap Indonesia adalah negara yang patut menjadi inspirasi dan contoh model dalam hal kerukunan hidup antar umat beragama. Meski sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, namun dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis bersama para pemeluk agama lain dengan satu tujuan untuk membangun bangsa.
Prof. Abbas yang baru-baru ini di amanahkan Grand Syaikh Al-Azhar sebagai Ketua Pimpinan Pusat Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) mengaku sangat terkesan. Dalam kunjungan sebelumnya pada sebuah acara, dirinya disambut oleh para tokoh lintas agama yang eksis di Indonesia.
“Koeksistensi semacam ini juga dapat kita tarik akarnya setelah hijrah Nabi Muhammad saw. ke kota Madinah. Beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, mendamaikan suku Aus dan Khazraj, serta mengikat pemeluk agama lain seperti Yahudi Madinah dalam sebuah perjanjian (mu’ahadah) yang disebut Piagam Madinah. Tanpa memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam, semua dapat hidup damai dan harmonis menjadi sebuah masyarakat dan negara madani,“ jelas beliau.
Prof. Abbas Shouman juga mengomentari tentang banyaknya pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Al Azhar. Ini tentu amanat dan tanggung jawab yang tidak ringan bagi Al Azhar. Karena para pelajar asing ini, seperti ditegaskan Grand Syaikh Prof. Dr. Ahmad Al Tayyeb, adalah titipan dari orang tuanya yang harus dijaga dan diayomi sehingga nanti kembali ke negerinya untuk berkonstribusi membangun umat dan bangsa.
“Pelajar asing di Al Azhar selalu menjadi prioritas utama perhatian Grand Syaikh. Dan pelajar-pelajar Indonesia adalah duta-duta terbaik bangsa dalam hal akhlak dan kesungguhan menurut ilmu,” pujinya.
Sedangkan Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, Direktur Majelis Hukama Muslimin (MHM) Cabang Indonesia, menambahkan penjelasan tentang peran MHM dalam mempromosikan dialog antaragama dan toleransi. Momentum seruan hidup berdampingan dan damai antar umat beragama ini ditandai dengan dideklarasikannya Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian dan Hidup Berdampingan antara Grand Syaikh Al Azhar dan Paus Fransiskus pada tahun 2019 di Abu Dhabi Uni Emirat Arab.
“MHM hadir untuk menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan koeksistensi agar umat manusia dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai,” ungkapnya.
Seminar ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam memperkuat semangat kerukunan umat beragama di Indonesia, sejalan dengan misi Yayasan Attaqwa dalam menjaga persatuan dan perdamaian serta mendidik masyarakat dan generasi muda yang berakhlak mulia sekaligus berpikiran luas untuk menghadapi tantangan zaman.
Sumber: Biro Humas Yayasan Attaqwa